Lompat ke konten

Rainbow Castle

Agar Anak Kelak Tak Jadi Netizen Penghujat

Makin hari, makin banyak netizen yang tidak ragu berkomentar kasar di media sosial. Masih ingat kan kasus artis mba Ussy dimana anaknya menjadi korban komen keterlaluan netizen 😔. Kita yang menyaksikan komen pedas uneducated itu sampai mengucap istigfar 😢

 

Tahu bahwa hal ini bisa dicegah sejak netizen tersebut masih anak-anak, bahkan bayi, saya sbg psikolog anak/ ibu merasa bertanggung jawab untuk mengeduksi orangtua agar anak kita tumbuh jadi netizen santun anti hujat & tahu cara memberi kritik membangun.

 

Caranya?
Pertama adalah role model. Berikan anak role model terbaik dalam berinteraksi di dunia nyata. Terdengar umum, tapi tanggung jawab orangtua-lah memilih lingkungan terbaik untuk anaknya.

 

Kedua dan yang paling akar dan bisa dilakukan sejak calon netizen masih bayi adalah memupuk attachment bayi-orangtua menjadi secure/aman. Bagi yang belum tahu apa itu attachment, silahkan baca di highlight judul “Attachment”. 

 

Pastikan di 2 tahun pertama, bayi merasa bahwa ia hidup di dunia yang peduli akan kebutuhannya dan “meladeni” tangisannya dengan memberi ketenangan. Bukan dunia yang “cuek” pada tangisannya. Ini adalah langkah awal membangun attachment yang bangun dengan bayi. Jika butuh untuk tahu hubungan antara attachment saat bayi dengan sifat ketika dewasa, sudah dibahas panjang di highlight “Attachment” ya)

Penutup, sesungguhnya kami merasa kasihan pada para netizen penghujat ini. Ada beberapa kemungkinan alasan mengapa mereka begitu.

 

Pertama yang mereka lakukan sebenarnya “a cry for help”. “Lihat aku nih, aku nyinyirin dia”. Mereka jadi senang jika ada yang memperhatikan meskipun perhatiannya dalam hal negatif.

 

Kedua, komen negatif ini bisa jadi kompensasi. Karena di dunia nyata mereka tidak pernah punya kesempatan mengutarakan amarah mereka, atau tidak ada yang peduli dengan perasaan marah mereka, jadinya mereka melampiaskan amarah mereka di dunia maya dengan cara yang negatif.

 

Ketiga, mereka bisa jadi memiliki masa kecil yang menyakitkan. Meskipun semua kita sebenarny punya luka masa kecil tapi perlahan akan “sembuh” jika ada empati yang diberikan orang lain pada kita.

 

Tapi kalau tidak ada yang berempati, kita pun akan sulit berempati pada orang lain (empati adalah menempatkan diri pada posisi orang lain tanpa ikut terlalu “drama”). Disitulah awal kita akan merasa berhak menyakiti orang lain dan berhak TIDAK berempati dengan orang lain karena berpikir “toh tidak ada yang berempati padaku, ngapain aku harus berempati pada orang lain? ”.

 

So, bunda-ayah, kita punya peranan besar untuk menjadikan anak kita kelak masuk team netizen sopan atau team netizen julid nan penghujat ya.


Kalau ada tambahan tips bisa yaa tulis dicomment. Saya selalu banyak belajar dari orangtua & calon orangtua disini ❤️❤️

 

 

Jika butuh untuk bertanya dengan psikolog anak kami, bisa melakukan layanan #KonsultasiOnlineRC via WA Call ya. 😊😊